Senin, 22 September 2008

Hasan sang Pria Perkasa



Alkisah hiduplah seorang cowok macho bernama Hasan. Dia dianugerahi fisik yang sempurna oleh Tuhan. Tinggi sekitar 181 cm, badan atletis serta dibalut otot-otot yang membentuk peta Indonesia. Cewek mana yang nggak kesengsem kepada cowok model begini.

Termasuk Vero. Wanita yang sudah setahun ini menemani Hasan baik suka maupun duka. Siang itu Hasan berkunjung ke rumah Vero dengan harapan bisa makan siang di rumah kekasihnya itu. Maklum, Hasan adalah anak kos yang uang makannya selalu dijatah sama ortunya.

Begitu sampai di rumah Vero, tanpa babibu langsung aja Hasan meluncur ke dalam rumah. Tak ubahnya anjing pelacak, cukup sekali jalan dia sudah tahu di mana letak dapur. "Halo cinta, lagi masak apa nih?" Hasan menyapa Vero yang sedang menyiapkan makan siang. "Kamu ini mesti, ke sini kalo pas laper aja," ketus Vero. "He he".

"Ya udah ini udah aku siapin bayem. Tapi, entar kalo udah selesai maemnya bisa minta tolong nggak?"

"Iya iya tapi entar aja ngomongnya ya. Abang udah nggak nahan lapernya. He he," jawab Hasan.

"Ya udah, aku tunggu di ruang depan ya."

**********

"Minta tolong apa?" Hasan mengagetkan Vero yang sedang bersantai di ruang tamu.

"Hmm, kamu sayang nggak ama aku?"

"Kamu apaan sih kok pake tanya kayak gitu."

"Sebagai bukti kalo kamu sayang sama aku, berarti mau dong aku minta tolong kamu belikan sesuatu?"

"Selama secara finansial mampu, apa pun aku belikan buat kamu," ucap Hasan mantap.

"Yaelah, nggak butuh uang banyak kok. Cuma minta tolong belikan pembalut di mini market seberang jalan. Aku kan lagi dapet sekarang," Vero mengangkat tangan dan menunjukkan tanda kutip.

Dhuarr. Pecah sudah segala keperkasaan Hasan. Dia merasa seperti seorang penderita stroke yang diajak maraton. Seumur hidup berbagai bahaya telah dia lewati. Kecuali satu hal, membeli perabotan cewek yang berjudul pembalut. Buat Hasan, lebih baik duel melawan macan daripada harus membeli sebuah benda yang dia anggap sebagai barang haram.

"Kamu sayang nggak ama aku?" Vero memecah lamunan Hasan.

"Ya sayang sih sayang. Tapi, apa nggak ada cara lain biar kamu tahu kalo aku sayang ama kamu,"

Vero tersenyum tipis. "Nggak ada."

"Baiklah, demi pembuktian cintaku. Apa pun bakal kulakukan," kata Hasan mantap.

"Yes! Semangat ya say. Oya, di dalem mini market raknya yang paling ujung ya. Jangan kesasar."

Layaknya seorang prajurit yang akan maju ke medan perang. Langkah Hasan terasa berat. Sayup-sayup terdengar lagu Gaby yang penuh misteri.

Hanya membutuhkan waktu 10 menit, sekarang Hasan sudah berdiri tepat di pintu masuk mini market. Terdiam sesaat, mulutnya komat-kamit seraya berdoa. "Pasti bisa!" ucapnya berkali-kali dalam hati. Jantungnya berdegup kencang ketika dia memasuki mini market.

Di dalam tampak lengang. Hanya tiga orang pria paro baya yang berbelanja hari itu. "Di dalem mini market raknya yang paling ujung ya," pikiran Hasan kembali terngiang oleh ucapan Vero. Secara perlahan Hasan berjalan menyusuri rak demi rak untuk mencapai yang paling ujung.

Dia mempercepat jalannya. Dua langkah lagi, dan... Dhieeng! Oh my God! Terlihat lima orang cewek yang berdiri pas di rak bagian onderdil alat-alat kewanitaan. Hasan mengurungkan niatnya untuk sementara. Sebagai kamuflase, dia langsung menyambar barang yang ada di depannya. Sayup-sayup terdengar obrolan yang tak dimengerti pria seperti Hasan.

"Nggak enak ah, pake yang ini. Rambutku ketarik-tarik" wanita pertama menyela.

"Ah masak?" timpal wanita kedua dan ketiga.

"Iya, rambut-rambutku sempat rontok gitu. Mana kekecilan lagi. Jadinya, rambut-rambut tipisnya keluar-keluar gitu," wanita pertama menambahkan.

"Aku sih make yang ini nyaman banget. Pas waktu basah, bagian dalemnya terlindungi gitu," ucap wanita keempat.

"Iya sama. Pertama sih aku nggak percaya, tapi setelah aku sentuh bagian dalemnya kering loh. Nyaman deh pokoknya," wanita kelima mengiyakan ucapan wanita keempat. "Hah! Apa yang mereka bicarain?" ucap Hasan dalam hati.

"Ya, emang sih pas mandi make pelindung rambut yang ini, rambut nggak basah-basah banget," ucap wanita pertama yang mempertegas teman-temannya.

"Yaelah, aku pikir apaan," gumam Hasan.

"Ehm. Nak Hasan!"

Hasan kaget bukan main oleh suara yang menggelegar itu. "Ya Allah, Nak Hasan, istighfar. Perbuatan seperti itu dosa besar hukumnya," ucap seorang pria paro baya beserban yang berdiri di sebelahnya.

"Eh, Pak Haji," sapa Hasan.

"Kamu ini masih muda. Jalanmu masih panjang, jangan kamu rusak dengan hal yang tidak diizinkan oleh Tuhan."

"Apa maksud Pak Haji?" Hasan kebingungan.

"Dasar anak muda zaman sekarang. Cepat kamu taruh lagi kondom yang kamu pegang itu!"

OMG, ternyata secara tak sadar benda yang dipegangnya dari tadi adalah satu pak kondom. "Oh, ini salah paham Pak Haji," ujar Hasan.

"Udah nggak usah pake alasan, nanti malem kamu wajib ke rumah Bapak. Ada pengajian yang wajib kamu hadiri," tegas Pak Haji.

"Iya Pak," sahut Hasan lirih. "Ya udah Bapak pulang duluan," Pak Haji langsung meninggalkan Hasan bengong sendirian.

Apes bener hari ini, pikir Hasan. Hasan menoleh ke arah tempat para gadis tadi, dan.. Yes akhirnya rak bagian perabotan wanita kosong juga. Nggak ingin kehilangan momen, Hasan langsung aja menyambar satu bungkus pembalut yang kemasannya berwarna pink.

Setelah yakin dengan yang dia pegang, dengan segera kekasih Vero ini berjalan secepat mungkin ke arah kasir. Sepanjang perjalanan menuju kasir, Hasan tertunduk malu. Berharap tidak seorang pun tahu apa yang sedang dia pegang saat ini. Sesampainya di kasir, dia dikagetkan oleh suara penjaga kasir yang tidak jelas.

"Selamat pagi!"

"Nada bicara ini, suara cowok yang dicewek-cewekkan. Jangan-jangan." Dan, ternyata benar, sang kasir adalah seorang transgender. Cowok yang seneng dandan bak seorang cewek.

"Lagi belanja apa, Mas?" ucap sang kasir dengan nada yang aneh.

"Eh... ah... bukan apa-apa," Hasan gugup.

"Oh... beli kayak ginian toh. Buat pacarnya, Mas."

"Bukan, itu, anu..."

"Hmm, tenang aja gak papa kok. Aku juga sering pake ginian kok, Mas," ucap sang kasir genit sambil mengedipkan matanya genit. Hasan terdiam tak bergerak. "Semua dua belas ribu lima ratus," sang kasir sekarang menjulur-julurkan lidahnya.

Hasan berusaha tidak melihat apa yang ada di depannya sekarang sambil mengluarkan uang dua puluh ribuan. "Ini kembaliannya. Makasih ya, Mas," tangan Hasan dibelai perlahan. Uang kembalian sudah di tangan, Hasan pun langsung lari sekuat tenaga.

Begitu keluar dari mini market, Hasan merasa terbebas dari segala kecemasannya dan berteriak layaknya pejuang pulang dari medan perang. "Vero cintaku, abang berhasil!!"

1 komentar:

markozzzzzay mengatakan...

CRAP!!!gyahaha...pretty funny!!!

keep on writing,dude!